Gelaran BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo berlangsung dengan meriah. Cuaca dingin dan kabut yang turun di Amfiteater Jiwa Jawa Resort Bromo sejak siang tidak mengurangi antusiasme penonton yang hadir untuk menonton penampil di BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo ini.
Total ada 6 performer mulai dari Lorjhu’, Bintang Indrianto Trio, Natasya Elvira yang diiringi Bromo jazz camp, Tohpati Ethnomission, Rouge hingga Sal Priadi. Keenam penampil membawakan musik dengan karakter berbeda-beda.
View this post on Instagram
Lorjhu’ tampil perdana membuka gelaran BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo dengan musik rock kontemporer etnik yang kental dengan lagu khas berbahasa Madura. Band yang beranggotakan Badrus Zeman (vokal/gitar), Insan Negara (bas), Pahlevi (drum), dan Nino Bukir (perkusi), Tantah Riza (gitar) muncul dengan pakaian semi-kasual, memakai kemeja santai, kain sarung, hingga kopiah
Lorjhu’ membuka aksi panggung dengan dengan intro yang menawan, dilanjutkan dengan menampilkan karya-karya original seperti “Nemor”, “Lakonah Oreng Manceng”, “Kembang Koning”, “Jhajhan No’Mano’An”, “Parenduan”, “Abhantal Ombak”,dan “Can Macanan”.
Dalam setiap jeda lagu, Badrus Zeman coba memberi penjelasan soal cerita di balik karya Lorjhu’. “Karena kami dari Madura, melihat kemarau bukan sesuatu yang tidak diinginkan, justru berkah, nelayan bisa melaut, petani bisa bertani, tetapi tentu saja kita semua tetap butuh hujan,” jelasnya bercerita mengenai lagu Nemor.
Lorjhu’ kemudian menyuguhkan, Lakonah Oreng Manceng, sebuah lagu yang bicara tentang masyarakat Madura yang punya kebiasaan memancing ke tengah laut. Lagu tersebut dimainkan dengan energik. Melodi gitar serta bunyi bas yang berpadu dengan alunan perkusi dan drum makin membuat penonton terbuai.
Memasuki penghujung penampilan, Lorjhu’ membawakan lagu-lagu popular antara lain, Parenduan, Abhantal Ombak, dan Can Macanan. Ketiga lagu yang bertempo cepat itu sukses memanaskan suasana di BRI Jazz Gunung Series 2:Bromo 2025.
Penonton memberikan tepuk tangan meriah sebagai bentuk apresiasi atas aksi panggung Lorjhu’ yang intens, menghibur, dan berbeda. Di sisi lain Lorjhu’ pun takjub dengan gelaran BRI Jazz Gunung Series 2: Bromo yang konsisten memberi tempat nyaman tanpa harus mengorbankan alam.
View this post on Instagram
Bintang Indrianto sebagai line-up selanjutnya membawakan genre musik fusion dan menghadirkan konsep jazz dari sisi yang berbeda. Bersama Denny Chasmala eksplorasi style permainan bass Bintang yang penuh karakter dan kaya warna mampu memukau para penonton.
Sebagai salah satu kurator BRI Jazz Gunung Series sekaligus musisi senior, Bintang tidak hanya tampil sebagai penampil, tapi juga membawa semangat regenerasi dalam dunia jazz Indonesia. Permainannya sore itu terasa intim sekaligus megah, menunjukkan kepiawaian dan kedalaman musikalitas yang telah ia bangun selama bertahun-tahun.
View this post on Instagram
Penampilan Natasya Elvira bersama Bromo Jazz Camp di BRI Jazz Gunung Series 2 jadi yang paling ditunggu. “Four”, komposisi jazz standard yang direkam Miles Davis pada tahun 1954 menjadi pembuka. Dilanjutkan dengan lagu jazz seperti “I’ve Got You Under My Skin”, “Let’s Fall In Love”, “Misty”, “Love Is Here to Stay”, dan “It Don’t Mean A Thing”.
Di sela-sela penampilannya, Natasya Elvira menyampaikan bahwa “Lagu-lagu ini sudah ada puluhan bahkan ratusan tahun lalu, tapi masih saja terasa berbeda ketika didengarkan,” Karena kita memainkannya dengan improvisasi. Itulah yang membuat jazz selalu terasa berbeda ketika dimainkan,” tambahnya. Natasya juga membawakan lagu ciptaannya sendiri, “So Lucky to be Young”, yang dirilis pertengahan 2023 lalu.
Selama penampilannya, Natasya Elvira ditemani oleh peserta dari Bromo Jazz Camp. Adapun, mereka yang tampil bersama antara lain Febiaji Puspita Jayani (Vokal), Callista Eugenia (Vokal), Anjuan Julio Ronai (Guitar), Fellita Evangeline Atmadjaja (Guitar), Steven Ryan Priatna (Piano), Christian Reynard Narapati Sitepu (Piano), Nadine Anisa Razzak Krisna (Piano), David Setiawan (Drum), Gerrard Emmanuel Tjung (Drum). Yosua Ardhito Harimurti (Bass).
Kehadiran Natasya malam itu menjadi semacam penyegaran yang membuktikan bahwa panggung jazz tak melulu soal teknis, tapi juga soal rasa, cerita, dan koneksi dengan penonton. Penampilan ini menjadi salah satu highlight dari rangkaian konser yang mencerminkan semangat regenerasi dan kolaborasi lintas generasi dalam dunia musik Indonesia.
View this post on Instagram
Setelah break, BRI Jazz Gunung Series 2 kembali dibuka oleh penampilan Tohpati Ethnomission yang menghadirkan musik jazz etnik Nusantara. Lagu pembuka berjudul Janger langsung mencuri perhatian, petikan gitar Tohpati menciptakan atmosfer ritmis nan ekspresif. Permainan bass dari Indro yang enerjik dengan teknik slapping, serta atraksi dari drummer dan pemain kendang, memperkaya warna etnik yang kuat di setiap komposisi.
Dengan sentuhan jazz yang berpadu harmonis bersama elemen musik tradisional, grup ini menghadirkan komposisi-komposisi yang penuh energi. Permainan gitar khas Tohpati yang penuh karakter, ditopang oleh kekuatan ritmis dan aransemen etnik yang kaya, menjadikan setiap lagu terasa seperti perjalanan musikal yang menggetarkan.
Tohpati Ethnomission sekali lagi membuktikan bahwa jazz bisa menjadi jembatan lintas budaya, membawa pesan kuat dari harmoni antara tradisi dan inovasi. Sebuah penampilan yang bukan hanya menghibur, tetapi juga meninggalkan kesan mendalam bagi setiap yang hadir.
Semakin malam cuaca dingin tak menyurutkan antusiasme ribuan Jamaah Al-Jazziyah, sebutan penonton setia BRI Jazz Gunung Series 2: Bromo 2025, yang memadati Amphitheater Jiwa Jawa Resort, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu (26/7/2025) malam.
View this post on Instagram
Rouge sebagai penampil selanjutnya yang merupakan band asal Prancis menampilkan elemen jazz, musik klasik abad ke-20. Beranggotakan Madeleine Cazenave sebagai pianis dan komposer, Sylvain Didou sebagai pemain kontrabas, dan Boris Louvet pada drum dan elektronik, ROUGE memberikan sentuhan pop-folk modern ke dalam aransemen yang penuh emosi dan estetika.
Setiap nada piano, dentuman kontrabas, dan ritme elektronik membawa penonton larut dalam dunia musikal yang sinematik dan reflektif. “Inilah penampilan kami, selamat menikmati,” kata Madeleine, yang mencoba bahasa Indonesia dengan singkat, untuk menyapa penonton.
Dengan latar alam yang megah, musik Rouge terasa lebih hidup dan membumi. Bukan hanya soal teknis dan aransemen yang rapi, tapi mereka menyampaikan perasaan lewat musik secara langsung dan apa adanya.
Momen ini jadi salah satu yang paling mengesankan bagi banyak penonton di Jazz Gunung kali ini. Rouge menyatukan mereka semua dalam atmosfer yang sama: sebuah ruang bersama tempat musik tidak memisahkan, tapi menyatukan.
View this post on Instagram
Di penghujung malam yang semakin dingin, gelaran BRI Jazz Gunung Series 2: Bromo ditutup dengan penampilan Sal Priadi yang membawakan lagu-lagu beraliran pop kontemporer yang ia aransemen ulang dengan nuansa jazz.
Dengan penampilan yang interaktif, atraktif, puitis dan penuh rasa, Sal berhasil mengajak seluruh penonton di Jiwa Jawa Amphitheatre untuk ikut terlibat, menyanyi, dan menikmati setiap lagu yang ia bawakan. Bukan hanya menyanyi, Sal juga membangun koneksi yang hangat dengan penonton lewat cerita-cerita singkat di sela penampilannya. Ia membuat panggung terasa intim dan penuh makna.
Beberapa penonton bahkan ikut bernyanyi, menandakan seberapa dekat lagu-lagunya dengan keseharian banyak orang. Dan memang, malam itu Sal tidak menyanyikan lagu ia menyanyikan hidup. Di tengah udara dingin khas Bromo, energi Sal justru terasa hangat, jadi penutup yang pas untuk rangkaian BRI Jazz Gunung Series 2 yang penuh warna.

Jazz Gunung Indonesia merupakan penyelenggaraan musik etnik berskala internasional yang diprakarsai oleh tiga sahabat: Sigit Pramono, Butet Kartaredjasa, dan Almarhum Djaduk Ferianto.
Jazz Gunung Series merupakan salah satu wujud dedikasi Jazz Gunung Indonesia untuk merambah ke gunung-gunung yang tersebar di Indonesia dengan mengangkat pariwisata dan kearifan lokal daerah yang diusung
Discussion about this post