Musik lawas selalu membawa nilai dan konsep unik yang belum tentu dimiliki oleh musik era masa kini. Sejak berdiri pada 2015, Deredia konsisten mengangkat musik-musik ala tahun 1950-an.
Nama Deredia merupakan gabungan dari kata dere dan di’a diambil dari bahasa Manggarai, Kabupaten di Pulau Flores, NTT, yang punya makna nyanyian merdu. Band yang ber-homebase di Jakarta ini memang menawarkan harmonisasi yang apik di antara personelnya. Dengan nuansa traditional pop yang kental, membuat pendengarnya serasa dibawa kembali ke era klasik 50-an.
Cikal bakal Deredia bermula dari dua gitarisnya, Dede Kumala dan Yosua Simanjuntak. Mereka punya kesamaan, yaitu sama-sama mengidolakan karya-karya Les Paul and Mary Ford. Dede dan Yosua pun sepakat membentuk band yang punya aliran serupa. Dalam perjalanannya, mereka bertemu dengan Raynhard Lewis Pasaribu (piano), Papa Ical (bas), dan Aryo Wicaksono (drum).
Pada 2015, Deredia bertemu dengan sang vokalis, Louise Monique Sitanggang. Karakter Louise di band ini tidak hanya melantunkan lagu, namun juga menyusun lirik yang mampu menggugah tanpa mengganggu harmonisasi musik mereka.
Salah satu karyanya adalah single Tembagapura yang menggambarkan suasana tempat ia dibesarkan. Ada juga Fantasi Bunga yang bercerita tentang seorang wanita cantik dan Sugabucks dengan kisah soal pejabat korup.
Tidak hanya itu, cita rasa nostalgia juga sangat kental terasa ketika mendengarkan lagu-lagu yang dibawakan oleh Deredia. Lagu Teman Seperjuangan yang bertutur tentang manis pahit bersama teman setia. Gaya bernyanyi Louise yang ceria membuat lagu ini semakin enak didengar.
Setelah melalui berbagai proses, Deredia akhirnya melahirkan sebuah album yang diberi nama Bunga & Miles. Kemasan album debut ini pun unik, yakni dengan menggunakan dua keping CD. Side A diberi nama Bunga dan berisi empat lagu berbahasa Indonesia dan side B bernama Miles dengan lima lagu berbahasa Inggris. Semuanya bernuansa classic pop dengan sedikit jazz dan rocakbily.
Dengan single andalan Teman Seperjuangan, Deredia mengajak pendengarnya untuk berjuang bersama-sama di tengah sulitnya persaingan modern. Nuansa yang kaya pada single tersebut menggambarkan impian orang yang beragam namun tetap menjadi satu dalam musik. Pesan untuk tidak pernah lupa berbahagia meski sedang berjuang meraih mimpi. Mayoritas lagu Deredia pun berbahasa Indonesia sebagai representasi budaya sang musisi.
View this post on Instagram
Tentu saja penampilan Deredia di Jazz Gunung Bromo 2023 ini akan menjadi momen yang spesial untuk bisa mengajak berdendang bersama mengangkat kembali kejayaan musik era 50-an sambil ditemani suasana pegunungan yang sejuk.
Apakah sudah tidak sabar untuk segera menempati bangku penonton di Amfiteater Terbuka Jiwa Jawa Resort Bromo, Probolinggo, Jawa Timur. Bergelut dengan dinginnya suhu udara, dan menyanyi bersama? Ya itu akan menjadi romantisme tersendiri bagi penikmatnya. Jadi buruan tiket Jazz Gunung 2023 sudah dapat dipesan melalui website jazzgunung.com

Jazz Gunung Indonesia merupakan penyelenggaraan musik etnik berskala internasional yang diprakarsai oleh tiga sahabat: Sigit Pramono, Butet Kartaredjasa, dan Almarhum Djaduk Ferianto.
Jazz Gunung Series merupakan salah satu wujud dedikasi Jazz Gunung Indonesia untuk merambah ke gunung-gunung yang tersebar di Indonesia dengan mengangkat pariwisata dan kearifan lokal daerah yang diusung
Discussion about this post